LATAR BELAKANG
Hukum di Indonesia merupakan
campuran dari berbagai sistem hukum Eropa, hukum agama, dan hukum adat.
Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana berbasis pada
hukum Eropa, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia
yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia-Belanda (Nederlandsch-Indie).
Hukum agama karena sebagian besar masyarakat Indonesia menganut Islam, maka
dominasi hukum atau syariat Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan,
kekeluargaan, dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum
adat yang diserap dalam perundang-undangan atau yurisprudensi, yang merupakan
penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat dan budaya-budaya yang
ada di wilayah nusantara.
Salah satu
hukum yang berlaku di Indonesia adalah Hukum Perdata. Hukum Perdata di
Indonesia berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) atau dalam
bahasa Belanda adalah Burgerlijk Wetboek
(atau dikenal dengan BW).
BW sendiri merupakan peninggalan yang ditinggalkan dari
Kerajaan Belanda pada masa penjajahan di Indonesia yang telah berlangsung
selama 3.5 abad lamanya. Sebelumnya, Hukum perdata Belanda berasal dari hukum
perdata Prancis yaitu yang disusun berdasarkan hukum Romawi 'Corpus Juris Civilis' yang pada waktu
itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna. Hukum Privat yang berlaku di Prancis
dimuat dalam dua kodifikasi yang disebut (hukum perdata) dan Code
de Commerce (hukum dagang). Sewaktu Prancis menguasai Belanda
(1806-1813), kedua kodifikasi itu diberlakukan di negeri Belanda yang masih
dipergunakan terus hingga 24 tahun sesudah kemerdekaan Belanda dari Prancis
(1813)
Pada Tahun 1814 Belanda mulai menyusun Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Sipil) atau KUHS Negeri Belanda, berdasarkan
kodifikasi hukum Belanda yang dibuat oleh J.M. Kemper disebut Ontwerp Kemper. Namun, sayangnya Kemper
meninggal dunia pada 1824 sebelum menyelesaikan tugasnya dan dilanjutkan oleh
Nicolai yang menjabat sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Belgia.
Keinginan Belanda tersebut terealisasi pada tanggal
6 Juli 1830 dengan pembentukan dua kodifikasi yang baru diberlakukan pada
tanggal 1 Oktober 1838 oleh karena telah terjadi pemberontakan di Belgia yaitu:
·
BW
(atau Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda).
·
WvK
(atau yang dikenal dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang).
Menurut J. Van Kan, kodifikasi BW merupakan
terjemahan dari Code Civil hasil
jiplakan yang disalin dari bahasa Prancis ke dalam bahasa nasional Belanda.
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek
hukum. Hukum perdata sering disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai
lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha
negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara
penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada hal-hal yang perlu diketahui dalam memahami apa
sebenarnya dari hukum perdata. Banyak ahli-ahli hukum terus memberikan
pendapatnya terkait dengan pengertian dari hukum perdata. Walaupun banyak yang
berpendapat, pada dasarnya semua tidak ada yang salah, semuanya benar karena
pendapat dari para ahli itu dapat berbeda karena dari sudut pandang dari para
ahli hukum tersebut.
Selain itu, untuk mengklasifikasi dari hukum perdata
harus dilihat dari berbagai sistematika, baik dari sistematika keilmuan maupun
dari sistematika perundang-undangan. Juga pada perbedaan dari hukum perdata
dengan ilmu hukum lainnya Namun, pada perbedaan-perbedaan secara spesifiknya
perlu untuk dianalisa secara lebih lanjut.
Untuk
hal itu, pada makalah ini akan menjelaskan berbagai hal, yakni pengertian dari
hukum perdata itu sendiri, baik dari pengertian luasnya maupun pengertian
sempit dari hukum perdata itu sendiri. Selain itu, pada makalah ini juga akan
menjelaskan berbagai cabang-cabang atau bagian-bagian dari hukum perdata, serta
perbedaan-perbedaan antara hukum perdata itu sendiri dengan ilmu hukum lainnya
yang berlaku di Indonesia.
PENGERTIAN DARI HUKUM PERDATA
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum
perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
Bahkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) yang berlaku di Indonesia
tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek
(atau dikenal dengan BW) yang berlaku di Kerajaan Belanda dan diberlakukan di
Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama
Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri
disadur dari hukum perdata yang berlaku di Prancis dengan beberapa penyesuaian.
Istilah
hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Djojodiguno sebagai terjemahan
dari burgerlijkrecht pada masa pendudukan Jepang. Di samping istilah
itu, sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht.
A.
Pengertian Hukum Perdata
Ada beberapa sarjana
yang memberikan pengertian tentang Hukum Perdata, di antaranya:
1. Subekti
“Hukum Perdata dalam arti luas meliputi semua
hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur
kepentingan-kepentingan perseorangan.”
2. Sri
Soedewi Masjchoen Sofwan
“Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur
kepentingan antara warga negara perseorangan yang ada dengan warga negara
perseorangan yang lain.”
3. Wirjono
Prodjodikoro
“Hukum Perdata adalah suatu rangkaian hukum
antara orang-orang atau badan hukum satu sama lain tentang hak dan kewajiban.”
4. Sudikno
Mertokusumo
“Hukum Perdata adalah hukum antar perorangan
yang mengatur hak dan kewajiban perorangan yang satu terhadap yang lain di
dalam hubungan keluarga dan di dalam pergaulan masyarakat. Pelaksanaannya
diserahkan masing-masing pihak.”
5. Asis
Safioedin
“Hukum Perdata adalah hukum yang memuat
peraturan dan ketentuan hukum yang meliputi hubungan hukum antara orang yang
satu dengan yang lain (antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum yang
lain) di dalam masyarakat dengan menitik beratkan kepada kepentingan
perorangan.”
Beberapa para
ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti salah satunya Van Dunne. Van
Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:
“suatu peraturan yang
mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi kebebasan individu, seperti
orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan. Sedangkan hukum publik
memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan pribadi”
Pendapat
lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah:
“aturan-aturan
atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh karenanya memberikan
perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara
kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu
masyarakat tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu
lintas”
Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata yang dipaparkan para
ahli di atas, kajian utamanya pada pengaturan tentang perlindungan antara orang
yang satu degan orang lain, akan tetapi di dalam ilmu hukum subyek hukum bukan
hanya orang tetapi badan hukum juga termasuk subyek hukum, jadi untuk
pengertian yang lebih sempurna yaitu keseluruhan kaidah-kaidah hukum(baik
tertulis maupun tidak tertulis) yang mengatur hubungan antara subjek hukum satu
dengan yang lain dalam hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan
kemasyarakatan.
Dari beberapa pengertian-pengertian tersebut di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari Hukum Perdata itu adalah hukum
yang mengatur hubungan hukum antara orang atau badan hukum yang satu dengan
orang atau badan hukum yang lain di dalam masyarakat dengan menitikberatkan
kepentingan perseorangan (pribadi) badan hukum.
Hukum Perdata
adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu
dalam masyarakat. Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law)
dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau
hukum perdata. Dalam sistem Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal
pembagian semacam ini.
B.
Pengertian Hukum Perdata dalam Arti Luas
dan dalam Arti Sempit
Hukum Perdata dalam
arti luas adalah bahan hukum sebagaimana tertera dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (BW), Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WvK) beserta sejumlah
undang-undang yang disebut undang-undang tambahan lainnya.
Hukum Perdata dalam
arti sempit adalah Hukum Perdata sebagaimana terdapat dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (BW). Subekti mengatakan Hukum Perdata dalam arti luas meliputi
semua hukum privat materiil, yaitu segala hukum pokok yang mengatur kepentingan
perseorangan.
Hukum Perdata
adakalanya dipakai dalam arti sempit sebagai lawan Hukum Dagang. Soedewi
Masjchoen Sofwan mengatakan Hukum Perdata yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (BW) disebut Hukum Perdata dalam arti sempit. Sedangkan Hukum
Perdata dalam arti luas termasuk di dalamnya Hukum Dagang.
Antara Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW) dengan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WvK)
mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1 Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (WvK), yang isinya sebagai berikut: Adagium mengenai
hubungan tersebut adalah specialist
derogat legi generali artinya hukum yang khusus: Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (WvK) mengesampingkan hukum yang umum: Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(BW).
C.
Pengertian Hukum Perdata Materiil Dan
Hukum Perdata Formal
Hukum
Perdata dilihat dari fungsinya ada dua macam, yaitu:
1. Hukum
Perdata materiil yaitu aturan-aturan hukum yang mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban perdata, yaitu mengatur kepentingan-kepentingan perdata
setiap subyek hukum.
2. Hukum
Perdata formal yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara mempertahankan hukum
perdata materi.
Bagaimana tata cara seseorang menuntut haknya
apabila diinginkan oleh orang lain, Hukum Perdata formal biasa juga disebut
Hukum Acara Perdata.
CABANG-CABANG DARI HUKUM PERDATA
Cabang-cabang
atau bagian-bagian dari hukum perdata dibagi menjadi dua, yakni hukum perdata
menurut ilmu pengantar hukum, dan hukum perdata menurut sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW).
A.
Pembagian
Hukum
Perdata menurut Ilmu Pengetahuan Hukum
Pembagian hukum perdata menurut ilmu pengetahuan
hukum dibagi menjadi empat bagian, yakni hukum perorangan, hukum keluarga,
hukum kekayaan, dan hukum waris.
1. Hukum
perorangan (persomenrecht)
Hukum perorangan atau persomenrecht adalah hukum yang memuat berkaitan
tentang peraturan-peraturan tentang diri manusia sebagai subyek dalam hukum,
peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan
untuk bertindak sendiri melaksanakan haknya itu serta hal-hal yang mempengaruhi
kecakapan-kecakapan itu.
2. Hukum
keluarga (familierecht)
Hukum
keluarga atau familierecht adalah
hukum yang mengatur
hal-hal yang berkaitan tentang hubungan-hubungan hukum yang timbul dari
hubungan kekeluargaan yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum
kekayaan antara suami istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
3. Hukum
harta kekayaan (vermogensrecht)
Hukum
harta kekayaan atau vermogensrecht
adalah hukum yang mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai
dengan uang.
Jika
kita mengatakan tentang kekayaan seorang, yang dimaksudkan ialah jumlah segala
hak dan kewajiban orang itu, dinilai dengan uang. Hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang demikian itu, biasanya dapat dipindahkan kepada orang
lain.
Hak-hak
kekayaan, kemudian terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang.
Dan karenanya hak-hak tersebut dinamakan hak mutlak dan hak-hak yang hanya
berlaku terhadap seorang atau suatu pihak yang tertentu saja dan karenanya juga
dinamakan hak perseorangan.
a. Hak
kekayaan yang bersifat absolut atau mutlak yaitu hak yang memberikan kekuasaan
secara langsung dan dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
Hak
kekayaan yang bersifat absolut atau mutlak ini kemudian dibagi lagi menjadi
dua, yaitu:
1) Hak
mutlak yang berupa kebendaan, yang biasa disebut dengan hak kebendaan saja,
misalnya hak milik, hak opstal, hak erfpacht,
hak gadai, hak hipotik.
2) Hak
mutlak yang tidak merupakan hak kebendaan, misalnya hak oktroi, hak merek, hak
cipta.
Semua hak-hak tersebut telah
diatur di luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).
b. Hak
kekayaan yang bersifat relatif atau hak perseorangan yaitu hak yang hanya dapat
dipertahankan terhadap orang tertentu saja, misalnya: Si A mempunyai utang
kepada B, maka di sini hanya si B yang berhak menagih utang tersebut kepada si
A dan bukan orang lain.
4. Hukum
waris (erfrecht)
Hukum
waris atau erfrecht adalah hukum yang
mengatur hal ihwal yang berkaitan tentang benda atau kekayaan seorang jikalau
ia meninggal. Juga dapat dikatakan, Hukum Waris itu mengatur tentang
akibat-akibat hubungan-hubungan keluarga terhadap harta-harta peninggalan
seseorang.
Berhubung
dengan sifatnya yang setengah-setengah ini, Hukum Waris lazimnya ditempatkan
tersendiri.
B.
Pembagian
Hukum
Perdata menurut Sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW)
Pembagian hukum perdata
menurut Sistematika Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (BW) dibagi menjadi empat bagian atau yang dikenal sebagai
empat buku, yakni perihal orang, perihal benda, perihal perikatan, dan perihal
pembuktian dan daluwarsa.
1. Buku
I perihal orang atau van personen
Buku
I tentang Orang atau van
personen adalah buku yang mengatur tentang hukum perseorangan
dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban
yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak
keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian
dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian
ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
2. Buku
II perihal benda atau van zaken
Buku
II tentang Kebendaan atau van
zaken adalah buku yang mengatur tentang hukum benda, yaitu
hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan
dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang
dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya
tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang
bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda
berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih
atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah
dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya UU Nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-Pokok
Agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah
dinyatakan tidak berlaku dengan diundangkannya UU tentang hak tanggungan.
3. Buku
III perihal perikatan atau van
verbintenissen
Buku
III tentang Perikatan atau van
verbintenissen adalah
buku yang mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian
(walaupun istilah ini sesungguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum
yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang
perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari
perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul
dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu
perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(WvK) juga dipakai sebagai acuan. Isi Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WvK) berkaitan
erat dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW), khususnya Buku III. Dari
penjelasan di atas bisa dikatakan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (WvK) adalah
bagian khusus dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).
4. Buku
IV perihal pembuktian dan daluwarsa atau van
bewijsen verjaring
Buku
IV tentang Daluwarsa dan Pembuktian atau van
bewijsen verjaring adalah buku yang mengatur
hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam
mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan
pembuktian.
Apabila sistematika yang pertama kita masukan ke
dalam sistematika yang kedua maka akan didapat seperti
berikut:
·
Hukum tentang diri seseorang termasuk ke
dalam Buku I
·
Hukum tentang kekeluargaan termasuk Buku
I
·
Hukum Kekayaan termasuk dalam Buku II
dan Buku III, seperti telah dijelaskan harta kekayaan itu ada yang bersifat
absolut (diatur dalam Buku II) dan ada juga yang bersifat relatif (diatur dalam
Buku III), memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban
yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak yang tertentu;
·
Mengenai warisan dimasukkan ke dalam
Buku II tentang hukum perbendaan, karena dengan pertimbangan dianggap Hukum
Waris itu mengatur cara-cara untuk memperoleh hak atas benda-benda, yaitu
benda-benda yang ditinggalkan seseorang. Perihal pembuktian dan lewat waktu
(daluwarsa) sebenarnya adalah soal hukum acara, sehingga kurang tepat
dimasukkan dalam BW yang pada asasnya mengatur hukum perdata materiil. Tetapi
pernah ada suatu pendapat, bahwa hukum acara itu dapat dibagi dalam bagian
materiil dan bagian formil. Soal-soal yang mengenai alat-alat pembuktian
terhitung bagian yang termasuk hukum acara materiil yang dapat diatur juga
dalam suatu undang-undang tentang hukum perdata materiil. Selain dari pada itu
pewarisan merupakan salah satu cara untuk memperoleh hak milik yang diatur
dalam Pasal 584 BW dalam Buku II.
Sedangkan sistematika yang sekarang lazim
dipergunakan adalah sistematika yang kedua yaitu sistematika berdasarkan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
PERBEDAAN ANTARA HUKUM PERDATA DENGAN ILMU HUKUM LAINNYA
Hukum
perdata adalah hukum yang mengatur dan hanya berlaku kepada orang-orang yang
mengikatkan dirinya pada suatu aturan pada perjanjian, sedangkan hukum publik
adalah hukum yang mengatur dan berlaku pada setiap orang. Hukum publik sendiri
terdiri atas hukum pidana, hukum pajak, hukum internasional, dan lainnya. Oleh
karena itu Sudikno Mertokusumo menyebutkan perbedaan antara Hukum Perdata dan
Hukum Publik itu (menurut pembagian klasik) adalah sebagai berikut:
1. Dalam
Hukum Publik salah satu pihak adalah penguasa, sedangkan dalam Hukum Perdata
kedua belah pihak adalah perorangan tanpa menutup kemungkinan bahwa dalam Hukum
Perdata pun penguasa dapat menjadi pihak juga.
2. Sifat
Hukum Publik adalah memaksa, sedangkan Hukum Perdata pada umumnya bersifat
melengkapi meskipun ada juga yang memaksa.
3. Tujuan
Hukum Publik adalah melindungi kepentingan umum, sedangkan Hukum Perdata
melindungi kepentingan individu atau perorangan.
4. Hukum
Publik mengatur hubungan hukum antara negara dengan individu, sedangkan Hukum
Perdata mengatur hubungan hukum antara individu.
Perbedaan-perbedaan tersebut, sekarang tidak
bersifat mutlak lagi, karena sudah mengalami berbagai perkembangan. Oleh karena
itu Abdulwahab Bakri menyebutkan bahwa Hukum Perdata adalah hukum yang
mempunyai kedudukan yang sederajat, sedangkan Hukum Publik adalah hukum yang
mengatur hubungan antara dua subyek hukum atau lebih yang kedudukannya tidak
sederajat. Jadi dalam Hukum Publik ada atasan dan ada bawahan.
Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan
dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata
negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha
negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara
penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang,
perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan
tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Selain itu, salah satu
dari hukum publik adalah hukum pidana. Pengertian Hukum Pidana secara umum
adalah keseluruhan dari aturan-aturan hukum yang memuat peraturan-peraturan
yang mengandung suatu keharusan, yang tidak boleh dilakukan dan/atau
larangan-larangan dengan disertai ancaman atau sanksi berupa penjatuhan pidana
bagi barang siapa yang melanggar atau melaksanakan larangan atau ketentuan
hukum dimaksud.
Sedangkan sanksi yang
akan diterima bagi yang subyek hukum melanggarnya sudah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan dimaksud. Bersumber dari KUHP (Kitab Undang-undang Hukum
Pidana) maka sanksi pidana pada pokoknya terdiri atas pidana mati, pidana
penjara, pidana kurungan dan pidana denda.
Pengertian Hukum
Perdata, berdasarkan pendapat para ahli, secara sederhana adalah rangkaian
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu
dengan orang yang lain, atau antara subyek hukum yang satu dengan subyek hukum
yang lain, dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan, dimana
ketentuan dan peraturan dimaksud dalam kepentingan untuk mengatur dan membatasi
kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau
kepentingan hidupnya. Dalam praktek, hubungan antara subyek hukum yang satu
dengan yang lainnya ini, dilaksanakan dan tunduk karena atau pada suatu
kesepakatan atau perjanjian yang disepakati oleh para subyek hukum dimaksud.
Dalam kaitan dengan sanksi bagi yang melanggar, maka pada umumnya sanksi dalam
suatu perikatan adalah berupa ganti kerugian. Permintaan atau tuntutan ganti
kerugian ini wajib dibuktikan disertai alat bukti yang dalam menunjukkan bahwa
benar telah terjadi kerugian akibat pelanggaran atau tidak dilaksanakannya
suatu kesepakatan.
Pada prinsipnya,
terdapat beberapa hal yang membedakan hukum perdata dengan hukum pidana. Keempat
perbedaan tersebut adalah isinya, dasar berlakunya hukum di Indonesia, pelaksanaannya
dan penerapannya, dan cara menafsirkannya.
Dari segi isinya, hukum
perdata mengatur mengenai hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang
lain dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. Hukum perdata
dapat digolongkan antara lain menjadi hukum perorangan, hukum keluarga, hukum kekayaan,
dan hukum waris. Sedangkan hukum pidana mengatur mengenai hubungan hukum antara
seorang anggota masyarakat (warga negara) dengan negara yang menguasai tata
tertib masyarakat. Hukum pidana merupakan bagian dari hukum publik. Hukum
pidana terbagi menjadi dua bagian, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana
formil. Hukum Pidana Formil yaitu mencakup cara melakukan atau pengenaan
pidana. Hukum pidana materiil mengatur tentang penentuan tindak pidana, pelaku
tindak pidana, dan pidana (sanksi).
Dilihat dari segi dasar
berlakunya hukum di Indonesia, pada hukum perdata, yang menjadi dasar
berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) di Indonesia adalah terdapat
pada pasal 1 aturan peralihan UUD 1945 , yang berbunyi:
“segala peraturan perundang-undangan yang ada
masih tetap berlaku selama belum diadakannya aturan yang baru menurut
undang-undang dasar ini.”
Sedangkan pada hukum
pidana, asas berlakunya hukum pidana adalah asas legalitas pasal 1(1) KUH
Pidana, yaitu yang berbunyi:
a.
Sesuatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali
berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada
b.
Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan
sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang
paling menguntungkannya.
Bila dipandang dari
segi pelaksanaannya, maka pada hukum perdata pelanggaran terhadap norma hukum
perdata baru dapat diambil tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan dari
pihak yang berkepentingan, yaitu pihak yang merasa dirugikan. Pihak yang
mengadu tersebut menjadi penggugat dalam perkara itu. Pelanggaran terhadap hukum
perdata diambil diambil tindakan oleh pengadilan setelah adanya pengaduan dari
pihak ynag merasa dirugikan. Pihak yang mengadu tersebut menjadi penggugat
dalam perkara tersebut. Sedangkan pada hukum pidana, pelanggaran terhadap
norma hukum pidana dapat segera diambil tindakan oleh pengadilan tanpa ada
pengaduan dari pihak yang dirugikan, kecuali tindak pidana yang termasuk dalam
delik aduan seperti perkosaan, kekerasan dalam rumah tangga, pencurian oleh
keluarga, dan lainnya. Pelanggaran terhadap hukum pidana pada umumnya segera diambil tindakan oleh
pengadilan tanpa perlu ada pengaduan dari pihak yang dirugikan. Setelah ada
pelanggaran terhadap norma hukum pidana, maka alat-alat perlengkapan negara
seperti polisi, jaksa dan hakim segera bertindak. Pihak yang
dirugikan menjadi saksi dan cukuplah melaporkan kepada pihak yang berwajib (polisi)
tentang tindak pidana yang terjadi.
sedangkan yang menjadi penggugat
adalah penuntut umum (jaksa). Namun dalam beberapa tindak pidana diperlukan
pengaduan dari pihak yang dirugikan. Aparat penegak hukum tidak akan bertindak
tanpa pengaduan dari pihak yang dirugikan. Misalnya dalam hal kasus seperti perzinaan,
pemerkosaan dan pencurian dalam keluarga.
Sedangkan dari segi
cara menafsirkannya, pada hukum perdata diperbolehkan untuk mengadakan berbagai
macam interpretasi terhadap undang-undang hukum perdata. Sedangkan pada hukum
pidana hanya boleh ditafsirkan menurut arti kata dalam undang-undang tersebut.
Singkatnya, hukum pidana hanya mengenal penafsiran autentik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemaparan-pemaparan dan
pembahasan-pembahasan dari uraian dalam pembahasan di atas, maka kami dapat
menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1)
Pengertian dari Hukum Perdata itu adalah
hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang atau badan hukum yang satu
dengan orang atau badan hukum yang lain di dalam masyarakat dengan
menitikberatkan kepentingan perseorangan (pribadi) badan hukum. Dalam tradisi
hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua
yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata. Dalam sistem
Anglo-Saxon (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini. Selain
itu, Hukum Perdata dalam arti sempit adalah Hukum Perdata sebagaimana terdapat
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).
2)
Cabang-cabang
atau bagian-bagian dari hukum perdata dibagi menjadi dua, yakni hukum perdata
menurut ilmu pengantar hukum, dan hukum perdata menurut sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW). Pembagian hukum
perdata menurut ilmu pengetahuan hukum dibagi menjadi empat bagian, yakni hukum
perorangan, hukum keluarga, hukum kekayaan, dan hukum waris. Pembagian hukum
perdata menurut Sistematika Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW) juga dibagi menjadi empat bagian atau
empat buku, yakni perihal orang, perihal benda, perihal perikatan, dan perihal
pembuktian dan daluwarsa.
3)
Perbedaan antara hukum perdata dengan hukum
publik adalah pada hukum Perdata adalah hukum yang mempunyai
kedudukan yang sederajat, sedangkan hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan
antara dua subyek hukum atau lebih yang kedudukannya tidak sederajat. Jadi
dalam hukum publik ada atasan dan ada bawahan. Jika hukum publik mengatur
hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik
dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum
administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum
perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari,
seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian,
pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat
perdata lainnya. Sedangkan perbedaan hukum perdata dengan hukum pidana yang
merupakan salah satu bagian dari hukum publik pada
prinsipnya, terdapat beberapa hal yang membedakan hukum perdata dengan hukum
pidana. Keempat perbedaan tersebut adalah isinya, dasar berlakunya hukum di
Indonesia, pelaksanaannya dan penerapannya, dan cara menafsirkannya.
DAFTAR PUSTAKA
A.
UNDANG-UNDANG
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
B.
SITUS
academia.edu/3644780/MATERI_POKOK_HUKUM_PERDATA
(diakses pada tanggal 20 September 2014)
academia.edu/4740604/Penggolongan_Hukum
(diakses pada tanggal 20 September 2014)
bud1ww.blogspot.com/2010/04/pengertian-hukum-perdata.html
(diakses
pada tanggal 19 September 2014)
id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_di_Indonesia
(diakses
pada tanggal 19 September 2014)
id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_perdata
(diakses
pada tanggal 19 September 2014)
ilmuhukumuin-suka.blogspot.com/2013/05/pengertian-hukum-perdata.html
(diakses
pada tanggal 19 September 2014)
jurnalhukum.com/perbedaan-hukum-perdata-dengan-hukum-pidana
(diakses
pada tanggal 19 September 2014)
rheinaldyy2likesrin.wordpress.com/2010/09/02/perbedaan-hukum-pidana-dengan-hukum-perdata/
(diakses
pada tanggal 19 September 2014)
wwwchychyfebri23.blogspot.com/2011/05/hukum-perdata-terbagi-menjadi-4-bagian.html
(diakses
pada tanggal 19 September 2014)
0 komentar :
Post a Comment