August 2013 ~ a Riswan Hanafyah's Blog project

Selamat Datang di McRizzwan!

Sempatkan waktu Anda untuk membaca pengantar kecil di sini!

Artikel di McRizzwan

Dapatkan artikel-artikel menarik dalam blog ini!

Proyek di McRizzwan

Proyek-proyek yang dikerjakan oleh McRizzwan!

Video di YouTube McRizzwan

Kunjungi akun kami di YouTube dan lihat video lebih banyak dari proyek Riswan Hanafyah di YouTube!

Just Info

Just Info memberikan informasi apa saja, yang penting menarik.

All Things About McRizzwan!

Temukan saya di Instagram dan Twitter: @mcrizzwan sekarang juga!

Sunday, August 4, 2013

Artikel: Pengawasan Perilaku Hakim

PENGAWASAN HAKIM

Salah satu kewenangan Komisi Yudisial adalah menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Hal ini telah ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 Tentang Komisi Yudisial. Dalam rangka melaksanakan kewenangan tersebut Komisi Yudisial mempunyai tugas:
  1. Melakukan pemantauan dan pengawasan perilaku hakim;
  2. Menerima laporan dan masyarakat berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim;
  3. Melakukan verifikasi, klarifikasi, dan investigasi terhadap laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim;
  4. Memutuskan benar tidaknya laporan dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim;
  5. Mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim.
DASAR HUKUM
  1. Pasal 20, Pasal 24, Pasal 24A, dan Pasal 24B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
  2. Tentang Kekuasaan Kehakiman; 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Nomor 22 Tahun 2004 Undang-Undang Tentang Komisi Yudisial;
  3. Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Ketua Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 047/KMA/SKB/IV/2009 & 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
  4. Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 02/PB/MA/IX/2012 & 02/PB/P. KY/09/2012 Tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim;
  5. Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 03/PB/MA/IX/2012 & 03/PB/P.KY/09/2012 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama;
  6. Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 04/PB/IX/2012 & 04/PB/P.KY/09/2012 Tentang Majelis Kehormatan Hakim;
  7. Peraturan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Penanganan Laporan Masyarakat.
TATA CARA LAPORAN

Masyarakat dapat berpartisipasi dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim dengan melaporkan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ke Komisi Yudisial. Persyaratan dan Tata Cara Laporan adalah sebagal berikut:
  1. Laporan ditulis dalam bahasa Indonesia ditujukan kepada Ketua Komisi Yudisial.
  2. Menyebutkan dan1melampirkan Identitas Pelapor/Kuasa Pelapor.
  3. Menyebutkan identitas Terlapor.
  4. Menguraikan jenis dan/atau modus dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
  5. Melampirkan bukti pendukung laporan (putusan, penetapan, Rekaman, dst)
  6. Surat kuasa khusus untuk melapor ke Komisi Yudisial dalam hal pelapor bertindak untuk dan atas nama seseorang.
Adapun Jenis Dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga):
  • Perilaku Kedinasan
Perilaku dalam kedinasan dapat meliputi perilaku hakim dalam melaksanakan tugasnya atau dalam persidangan, apakah telah sesuai dengan Kode Etik/Pedoman Perilaku hakim, Hukum Acara dan peraturan perundang-undangan.
  • Perilaku penyimpangan dalam membuat putusan
Putusan seharusnya mencerminkan fakta yang terungkap dalam persidangan, beberapa modus dugaan pelanggaran/penyimpangan dalam putusan misalnya terdapat rekayasa, pemutarbalikan, mengubah dan/atau menghilangkan fakta maupun alat bukti yang terungkap dalam persidangan.
  • Perilaku Murni
Perilaku murni adalah dugaan penyimpangan perilaku hakim baik di dalam kedinasan atau di luar kedinasan misalnya meliputi: dugaan pemerasan, pungutan liar/biaya tidak resmi, penyuapan, selingkuh, penyalahgunaan narkotika, perilaku yang bertentangan dengan norma masyarakat/agama, dll.

Peraturan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Peraturan Nomor 4 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penanganan Laporan Masyarakat, Contoh Format Surat Laporan/Permohonan Pemantauan Persidangan dan Surat Kuasa Khusus Melapor ke Komisi Yudisial dapat didownioad di website resmi Komisi Yudisial: www.komisiyudisial.go.id

Adapun Pelayanan Informasi dan/atau konsultasi tentang Laporan, Tata Cara Laporan, dan perkembangan penanganan laporan dapat menghubungi ke Nomor Telepon: 021-319 03876; 021-319 03902; 021-319 03803, atau Fax :021-3905455.

Laporan Pengaduan/Konsultasi tidak dipungut biaya!! GRATIS

PENANGANAN LAPORAN MASYARAKAT OLEH KY


SUMBER

Komisi Yudisial Republik Indonesia
JI. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat
TeIp. 021 319 03876, 021 319 03902,
021 319 03803, Fax. 021 -390 5455

Artikel: Mengusulkan Pengangkatan Hakim Agung

DASAR HUKUM 

Dasar Hukum Pengusulan Hakim Agung:
  1. Pasal 24A ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;
  2. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial;
  3. Pasal 7 huruf a dan b, Pasal 8 ayat 2 & ayat 3 Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Mahkamah Agung;
  4. Pasal 30 ayat (2) Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman;
  5. Peraturan Komisi Yudisial Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Perubahan Peraturan Komisi Yudisial Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Seleksi Calon Hakim Agung.
TAHAPAN SELEKSI

1. Seleksi persyaratan administrasi
2. Seleksi Kualitas, dilakukan dengan:
  • Menilai karya profesi berupa: putusan, gugatan atau pembelaan, dakwaan, publikasi ilmiah atau karya tulis ilmiah;
  • Menulis karya ilmiah di tempat;
  • Pengerjaan kasus:
1) Kasus hukum pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) berupa menyelesaikan beberapa kasus hukum berdasarkan KEPPH yang berlaku;
2) Kasus hukum dengan menyusun pendapat hukum dalam bentuk putusan kasasi/peninjauan kembali/judicial review sesual kompetensi Calon.

3. Seleksi kepribadian: self assessment, investìgasi, profil assessment, dan klarifikasi
4. Seleksi kesehatan
5. Wawancara.

PERSYARATAN CALON HAKIM AGUNG

Syarat untuk Calon Hakim Agung yang berasal dan hakim karier:
  1. Warga Negara Indonesia;
  2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  3. Berijazah magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum;
  4. Berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;
  5. Mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;
  6. Berpengalaman paling sedikit 20 (dua puluh) tahun menjadi hakim, termasuk paling sedikit 3 (tiga) tahun menjadi hakim tinggi; dan
  7. Tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara akibat melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Syarat untuk Calon Hakim Agung yang berasal dan sistem non karier:
  1. Warga Negara Indonesia;
  2. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  3. Berusia sekurang-kurangnya 45 (empat puluh lima) tahun;
  4. Mampu secara rohani dan jasmani untuk menjalankan tugas dan kewajiban;
  5. Berpengalaman dalam profesi hukum dan atau akademisi hukum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun;
  6. Berijazah doktor dan magister di bidang hukum dengan dasar sarjana hukum atau sarjana lain yang mempunyai keahlian di bidang hukum; dan
  7. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.
Selain persyaratan di atas, pengajuan Calon Hakim Agung oleh Mahkamah Agung, Pemerintah, dan Masyarakat harus memenuhi persyaratan administrasi dengan menyerahkan:
  1. Daftar riwayat hidup, termasuk riwayat pekerjaan dan pengalaman organisasi;
  2. Copy Kartu Tanda Penduduk (yang masih berlaku);
  3. Pas photo terbaru sebanyak 3 (tiga) lembar ukuran 4x6 (berwarna);
  4. Copy ijazah beserta transkrip nilai yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang;
  5. Surat keterangan berpengalaman dalam bidang hukum paling sedikit 20 (dua puluh) tahun dan instansi yang bersangkutan;
  6. Surat keterangan sehat jasmani dan rohani dan dokter rumah sakit pemerintah;
  7. Daftar harta kekayaan dan sumber penghasilan calon serta penjelasannya (format LHKPN Form A dan Form B versi Komisi Pemberantasan Korupsi);
  8. Copy Nomor Pokok Wajib Pajak;
  9. Surat keterangan dan pengadilan negeri setempat bahwa calon tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, bagi calon hakim agung yang berasal dan non karier;
  10. Surat keterangan tidak pernah dijatuhi pemberhentian sementara bagi calon hakim agung yang berasal dan hakim karier, dan sanksi disiplin dan instansi/lembaga asal calon yang berasal dan Non karier;
  11. Surat pernyataan tidak akan merangkap sebagai pejabat negara, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, pengusaha, karyawan badan usaha milik negara/daerah atau badan usaha milik swasta, pimpinan/pengurus partai politik atau organisasi massa yang merupakan underbow partai politik, atau jabatan lainnya yang dapat menimbulkan benturan kepentingan, jika diterima menjadi hakim agung;
  12. Surat pernyataan kesediaan mengikuti proses seleksi calon hakim agung;
  13. Surat pernyataan kompetensi bidang hukum;
  14. Surat rekomendasi minimal dan 3 (tiga) orang yang mengetahui dengan baik kualitas dan kepribadian calon hakim agung yang bersangkutan;
  15. Pendaftar seleksi calon hakim agung dapat mengikuti seleksi calon hakim agung kembali sepanjang tidak dilakukan dua kali berturut turut.
RAPAT PLENO KOMISI YUDISIAL
  1. Rapat pleno Komisi Yudisial untuk mengambil keputusan penetapan kelulusan calon hakim agung dilakukan oleh seluruh Anggota Komisi Yudisial secara musyawarah mufakat.
  2. Apabila rapat pleno belum dihadiri oleh seluruh Anggota Komisi Yudisial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka rapat dapat ditunda 1 (satu) kali atau paling lama 7 (tujuh) hari kerja dan setelah itu pengambilan keputusan dapat dilakukan oleh 5 (lima) orang Anggota Komisi Yudisial.
  3. Apabila pengambilan keputusan secara musyawarah mufakat tidak tercapai, maka pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.
PROSES PENGANGKATAN HAKIM AGUNG


PENGUSULAN HAKIM AGUNG

Salah satu kewenangan Komisi Yudisial adalah mengusulkan pengangkatan hakim agung kepada DPR. Dalam rangka pengangkatan hakim agung. Komisi Yudisial diharuskan mengajukan 3 (tiga) nama calon hakim agung kepada DPR untuk setiap 1 (satu) lowongan hakim agung.

SUMBER

Komisi Yudisial Republik Indonesia
JI. Kramat Raya No. 57 Jakarta Pusat
TeIp. 021 319 03876, 021 319 03902,
021 319 03803, Fax. 021 -390 5455

Artikel: Sekilas Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia

Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang undang pertama mengenal perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek (1885), UU Paten (1910), dan UU Hak Cipta (1912). Indonesia yang pada waktu itu masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid Convention dan tahun 1893 s.d. 1936, dan anggota Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works sejak tahun 1914. Pada zaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak bertentangan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek peninggalan Belanda tetap berlaku, namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan dengan Pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten peninggalan Belanda, permohonan paten dapat diajukan di Kantor Paten yang berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di Belanda. Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman Rl mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang paten, yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S. 5/41/4, yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No. J.G. 1/2/17. Yang mengatur tentang pengajuan sementara permintaan paten luar negeri.

Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU no.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan (UU Merek 1961) untuk mengganti UU Merek kolonial Belanda. UU Merek 1961 yang merupakan undang-undang Indonesia pertama di bidang HKI mulai berlaku tanggal 11 November 1961. Penetapan UU Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi masyarakat dan barang barang tiruan/bajakan.

Pada tanggal 10 Mel 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris 1 [Paris Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967)] berdasarkan Keputusan Presiden no. 21 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 s.d. 12, dan Pasal 28 ayat(1). Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU no. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta 1982) untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda. Pengesahan UU Hak Cipta 1982 dimaksudkan untuk mendorong Dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.

Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem HKI di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang HKI melalui Keputusan no. 34/1986 (Tim ini lebih dikenal dengan sebutan Tim Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan sosialisasi sistem HKI di kalangan instansi pemerintah terkait, aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya membuat sejumlah terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif baru dalam menangani perdebatan nasional tentang perlunya sistem paten di tanah air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali RUU Paten yang telah diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah mengesahkan UU Paten.

Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU no.7 tahun 1987 sebagal perubahan atas UU no. 12 tahun 1982 tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan UU no. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan atas UU no. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat.

Menyusuli pengesahan UU no. 7 tahun 1987 Pemerintah Indonesia menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang hak cipta sebagal pelaksanaan dan UU tersebut. Pada tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden no. 32 ditetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (Di HCPM) untuk mengambil alih fungsi dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-undangan, Departemen Kehakiman.

Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU tentang Paten, yang selanjutnya disahkan menjadi UU no. 6 tahun 1989 (UU Paten 1989) oleh Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991. Pengesahan UU Paten 1989 mengakhiri perdebatan panjang tentang seberapa pentingnya sistem paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam pertimbangan UU Paten 1989, perangkat hukum di bidang paten diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan suatu iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini disebabkan karena dalam pembangunan nasional secara umum dan khususnya di sektor industri, teknologi memiliki peranan yang sangat penting. Pengesahan UIJ Paten 1989 juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri. Namun demikian ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem HKI termasuk paten, di Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia internasional, namun juga karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan HKI yang efektif.

Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU no.19 tahun 1992 tentang Merek (UU Merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. UU Merek 1992 menggantikan UU Merek 1961.

Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (Persetujuan TRIPS).

Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU no. 6 tahun 1982, UU Paten 1989 dan UU Merek 1992.)

Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga UU baru di bidang HKI, itu UU no. 30 tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU no. 31 tahun 2000 tentang Desain Industri, 32 tahun 2000 tentang letak Sirkuit Terpadu.

Dalam upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang HKI dengan Persetujuan TRIPS, pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia mengesahkan UU no. 14 tahun 2001 tentang Paten, dan UU no. 15 tahun 2001 tentang Merek. Kedua UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun 2002, disahkan UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkannya.

Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2006. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Banten.)

Artikel: Hak Kekayaan Intelektual (Pendahuluan)

Apakah yang dimaksud dengan hak kekayaan intelektual?

Hak kekayaan intelektual, disingkat “HKI” atau akronim “HaKI”, adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property Rights (IPR), yakni hak yang timbul bagi hasil olah pikir otak yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia. Pada intinya HKI adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dan suatu kreativitas intelektual. Objek yang diatur dalam HKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.

Mencakup apa sajakah HKI itu?

Secara garis besar HKI dibagi dalam 2 (dua) bagian, yaitu:

1. Hak cipta (copyright);
2. Hak kekayaan industri (industrial property rights), yang mencakup:
  • Paten (patent);
  • Desain industri (industrial design);
  • Merek (trademark),
  • Penanggulangan praktek persaingan curang (repression of unfair competition);
  • Desain tata letak sirkuit terpadu (layout design of integrated circuit);
  • Rahasia dagang (trade secret);
Jelaskan bagaimanakah sistem HKI itu?

Sistem HKI merupakan hak privat (private rights). Di sinilah ciri khas HKI. Seseorang bebas untuk mengajukan permohonan atau mendaftarkan karya intelektualnya atau tidak. Hak eksklusif yang diberikan Negara kepada individu pelaku HKI (inventor. pencipta, pendesain dan sebagainya) tiada lain dimaksudkan sebagai penghargaan atas hasil karya (kreativitas)nya dan agar orang lain terangsang untuk dapat lebih lanjut mengembangkannya lagi, sehingga dengan sistem HKI tersebut kepentingan masyarakat ditentukan melalui mekanisme pasar. Di samping itu sistem HKI menunjang diadakannya sistem dokumentasi yang baik atas segala bentuk kreativitas manusia sehingga kemungkinan dihasilkannya teknologi atau hasil karya lainnya yang sama dapat dihindarkan/dicegah. Dengan dukungan dokumentasi yang baik tersebut. Diharapkan masyarakat dapat memanfaatkannya dengan maksimal untuk keperluan hidupnya atau mengembangkannya lebih lanjut untuk memberikan nilai tambah yang lebih tinggi lagi.

Badan apakah yang secara internasional mengurus masalah HKI dan apakah Indonesia termasuk salah satu anggotanya?

Badan tersebut adalah World Intellectual Property Organization (WIPO), suatu badan khusus PBB, dan Indonesia termasuk salah satu anggotanya dengan diratifikasinya Paris Convention for the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization

Bagaimana kedudukan HKI di mata dunia Internasional?

Pada saat ini, HKI telah menjadi isu yang sangat penting dan mendapat perhatian baik dalam forum nasional maupun internasional. Dimasukkannya TRIPS dalam paket Persetujuan WTO di tahun 1994 menandakan dimulainya era baru perkembangan HKI di seluruh dunia. Dengan demikian pada saat ini permasalahan HKI tidak dapat dilepaskan dan dunia perdagangan dan investasi. Pentingnya HKI dalam pembangunan ekonomi dan perdagangan telah memacu dimulainya era baru pembangunan ekonomi yang berdasar ilmu pengetahuan.

Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. 2006. Buku Panduan Hak Kekayaan Intelektual. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Banten.)